2. Apa yang dimaksud dengan nilai
lingkungan? lengkapi dengan bagaimana mengkuantifikasi nilai lingkungan.
Jawab :
KUANTIFIKASI NILAI LINGKUNGAN
Nilai adalah sesuatu yang berharga,
bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai
berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang
ada disekitar manusia yang mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik
secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan mempunyai arti penting bagi
manusia, dengan lingkungan fisik manusia dapat menggunakannya untuk memenuhi
kebutuhan materilnya, dengan lingkungan biologi manusia dapat memenuhi
kebutuhan jasmaninya, dan dengan lingkungan sosial manusia dapat memenuhi
kebutuhan spiritualnya. Lingkungan dipandang sebagai tempat beradanya manusia
dalam melakukan segala aktivitas kesehariannya.
Jadi, nilai lingkungan adalah sikap
maupun kata seseorang yang dapat mempengaruhi dalam perilaku terhadap
lingkungannya. Sikap seseorang yang peduli terhadap lingkungan dan menghargai
alam akan mendapatkan dampak positif dari lingkungan. Tetapi apabila sikap acuh
dan tidak menghargai lingkungan sekitar akan merusak lingkungan dan sikap dan
kata-kata yang membuat atau mempengaruhi orang lain dengan ucapan maupun
tindakannya terhadap lingkungan baik itu positif maupun negatif akan mempunyai
pegaruh terhadap kita.
Sebuah contoh yang sering kita dengar,
kerusakan lahan karena proses erosi didekati dengan menghitung berapa rupiah
yang diperlukan untuk mengangkut kembali lapisan top soil yang hanyut ke sungai
dan waduk ke struktur tanah di lokasi semula. Di Korea, Kim dan Dixon (1982)
menyajikan angka kerusakan tanah akibat erosi tersebut sebesar 111.964 won per
hektar atau senilai 162,3 dollar AS per hektar. Sedangkan di Indonesia, angka
riset tentang hal ini ataupun kasus-kasus lingkungan yang lain belum diperoleh.
Nilai pokok lingkungan paling sering
dihitung dari kejadian bencana tata air, kerusakan lahan, dan polusi. Nilai
lainnya yang tidak kalah penting, namun sering dilupakan adalah nilai
konservasi alam hayati dan plasma nutfah maupun nilai keberadaan sumber daya
terhadap aktivitas eksogen baik makro maupun yang bersifat mikro. Hutan dan
pepohonan berperan paling besar dalam perlindungan ekosistem lingkungan ini, sampai
kepada nilai keteduhan dan estetikanya. Bahkan, sumber daya hutan mampu
membentuk pola budaya dan sosial setempat.
Bagaimana menguantifikasikan nilainya,
memang bukan perkara yang mudah. Tapi, paling tidak dengan itikad memberikan
gambaran yang paling dapat dipertanggungjawabkan, kuantifikasi nilai ekonomi
(dan finansial) lingkungan ini dapat dilakukan. Tentunya dengan simplifikasi
sesederhana mungkin.
Analisis proyek dengan mempertimbangkan
nilai ekonomi lingkungan dilakukan oleh Maynard M Hutscmidt bersama empat
rekannya melalui metode benefit cost analysis (BCA), dikembangkan tahun 1936 di
Amerika Serikat, berkaitan dengan pembangunan proyek pengairan di sana. Metode
ini secara sederhana dikembangkan untuk menghitung besarnya peningkatan
keuntungan proyek apabila dikeluarkan biaya konservasi lingkungannya, merupakan
contoh awal usaha menguantifikasi nilai lingkungan yang mulai diperhatikan.
Perdebatan cara analisa ini berlangsung sampai ke Congress selama tahun 1950-an
yang mengundang perhatian para ahli ekonomi.
Di tahun 1958, Eckstein, Krutilla dan
Eckstein, serta McKean memublikasikan tiga buku tentang benefit cost analysis
tersebut. Hammond merupakan orang pertama yang di tahun 1958 memodifikasi
metode ini untuk kegiatan pengendalian polusi. Selanjutnya tercatat nama Maass
dan kawan kawan (1962), Barnet dan Morse (1963), Dorfman (1965), Herfindahl dan
Kneese (1974), serta Mishan (1976) yang juga mengembangkan metode analisis di
atas. Metode ini pun berkembang ke Inggris, Amerika Utara, dan Eropa Barat.
Dan, kini Bank Dunia pun menggunakannya untuk menganalisa usulan investasi
proyek-proyek, termasuk di negara-negara sedang berkembang.
Konsep utama analisis ini secara
sederhana menghitung perbandingan keuntungan dan biaya suatu proyek, ditambah
upaya konservasi, sebagaimana layaknya menggunakan metode investment criteria
di bidang ekonomi. Tujuannya untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi dengan
menilai efek perubahan kualitas lingkungan dan mengantisipasi perlakuan
perbaikan maupun pengendalian kerusakannya. Intinya, kerusakan lingkungan
merupakan eksternalitas yang harus turut diperhitungkan dalam biaya proyek.
CARA sederhana lainnya yang dapat
dikembangkan untuk menilai kelayakan suatu proyek adalah metode benefit loss
analysis (BLA), yakni dengan memperbandingkan net present value (NPV) dari
berkembangnya nilai keuntungan kegiatan dengan nilai kerugian akibat rusaknya
lingkungan dalam berbagai aspek yang sebelumnya tidak pernah terjadi
(Handadhari, 1994).
Eksploitasi hutan, misalnya, akan menghasilkan
banyak keuntungan rupiah. Namun, juga akan merubah struktur ekosistem yang
menurunkan kualitas lingkungan atau bahkan merusaknya dalam jangka waktu yang
cepat, bahkan sering kali cenderung permanen. Di tanah pertanian, kegiatan
budidaya yang tidak disertai konservasi telah menyebabkan erosi, menurunkan
produksi pertanian dan menambah ongkos pemupukan yang tidak jarang menyebabkan
polusi pestisida yang merugikan kehidupan biota air sungai dan nelayan ikan,
serta kesehatan masyarakat.
Di kota besar, pembangunan kota dan
permukiman telah menyebabkan naiknya suhu udara sampai 10 derajat Celsius,
menurunkan kemampuan tanah menyerap air, polusi udara, tercemarnya sungai, dan
berbagai kerusakan nilai lingkungan. Di sektor pertambangan, tidak dapat
ditutupi timbulnya kerusakan lingkungan langsung yang amat sulit direklamasi.
Namun, hal yang jelas merugikan seperti ini tidak pernah diungkapkan dalam
rupiah untuk menilai pertumbuhan nilai ekonomi pembangunan yang sebenarnya.
Sebuah contoh polemik kasus lingkungan
yang sempat populer adalah pembangunan padang golf dan agrowisata di Puncak
sepanjang medio 1993. Pembangunan lahan 700 hektar yang menjanjikan pajak Rp 4
miliar setahun tersebut akhirnya harus diperbandingkan dengan nilai kerusakan
lingkungan berupa menurunnya hasil air yang menurut perhitungan teknis mencapai
sekitar 5 juta meter kubik setahun, erosi tanah 211 ton per hektar per tahun,
limpasan run off 18 juta meter kubik setahun yang merusak dan memperbesar
bahaya banjir di Jakarta akan mengakibatkan kerugian materiil yang bernilai
rupiah sangat besar.
Dari hasil air tanah yang hilang saja,
apabila dikomersialkan sebagai air mineral dengan nilai serendah Rp 100 per
liter, waktu itu, bisa bernilai Rp 500 miliar per tahun. Maka, proyek tersebut
justru akan merupakan kerugian nilai lingkungan yang sangat besar, jauh
melampaui nilai pajak yang dihasilkan proyek tersebut (Kompas, 24 Mei 1993).
Contoh kasus environmental benefit loss
analysis lainnya adalah pembangunan Jalan Tol Jagorawi yang konon sangat menguntungkan.
Padahal, kita semua sadar bahwa jalan tersebut yang telah memacu kerusakan
lingkungan Bogor-Puncak-Cianjur, bahkan areal pertanian dan peresapan air
sepanjang jalan tol itu sendiri. Dan, kini, rencana pembangunan pantura Jakarta
yang berjudul "reklamasi pantai" sedang diperdebatkan untung ruginya.
Secara nyata, keuntungan rupiahnya
jelas amat menggiurkan (Kompas, 27 September 2002), tetapi kerugian materiil
maupun nonmaterial yang akan ditanggung masyarakat pinggiran masih
terus-menerus menjadi perdebatan.
Di Indonesia, masalah kuantifikasi
nilai ekonomi lingkungan memang belum menarik untuk dibahas. Namun, beberapa
ahli ekonomi dan kehutanan telah berusaha mengintroduksinya. Di antaranya, Iwan
Jaya Azis (Universitas Indonesia, 1990-an) menyajikan gagasan menginternalisasi
faktor-faktor eksternal melalui modifikasi model Robinson dalam bentuk model
computable general equilibrium (CGE) yang diharapkan secara spesifik mampu
menginternalisasi unsur-unsur pencemaran lingkungan.
Perhitungan kuantitatif nilai
konservasi lingkungan hutan nasional telah pula dicoba oleh sekelompok ahli
yang konon mengungkapkan bahwa nilai konservasi hutan alami terhadap
perlindungan tanah dan penyerapan air saja sekitar 4 miliar dollar AS setahun.
Young Cheul Kim dan Achmad Sumitro
(UGM, 2002) mengungkapkan, nilai ekonomi total hutan sebesar lebih dari Rp 10
juta/hektar/tahun, dengan nilai terbesar sebagai gudang penyimpan karbon (89%).
Sedangkan IPB Bogor sebelumnya meneliti nilai hasil hutan kayu yang hanya
kurang dari 5% dari nilai intrinsik sumber daya hutan, yang menyiratkan
besarnya kerugian kegiatan eksploitasi apabila tanpa konservasi hutan.
Akhirnya, meskipun sifatnya masih amat
nisbi, nilai ekonomi lingkungan sangat penting untuk dikuantifikasikan. Berapa
nilai keuntungan suatu kegiatan pembangunan dibandingkan dengan nilai
kerugiannya akibat rusaknya lingkungan dan kehidupan sosial bukanlah hal yang
sulit dan mustahil dilakukan. Paling tidak, gambarannya diperlukan untuk
memberikan masukan obyektif bagi para pengambil keputusan. Hanya para pihak
yang terlibat tentu enggan mengungkapkannya. Apalagi, bila akan mempengaruhi
"periuk nasi" mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Transtoto
Handadhari, Pengamat Ekonomi Kehutanan, alumnus UGM : Kompas
3. Jelaskan jenis-jenis etika
lingkungan yang anda ketahui.Jelaskan bagaimana strategi penerapan etika
lingkungan itu.
Jawab :
ETIKA LINGKUNGAN
Etika
berasal dari bahasa yunani yaitu “Ethos”
yang berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Lingkungan
adalah segala
sesuatu yang ada disekitar manusia yang mempengaruhi perkembangan kehidupan dan
prilaku manusia.
etika
lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan
lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap
terjaga.
Dengan
kata lain etika lingkungan adalah kebiasaan manusia untuk selalu memanfaatkan
lingkungan dengan bijak.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika
lingkungan sebagai berikut:
1. Manusia
merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga perlu
menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
2. Manusia
sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk menjaga
terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.
3. Kebijaksanaan
penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energy.
Manusia
dan lingkungan hidup (alam) memiliki hubungan sangat erat. Keduanya saling
memberi dan menerima pengaruh besar satu sama lain. Pengaruh alam terhadap
manusiamanusia lebih bersifat pasif, sedangkan pengaruh manusia terhadap alam
lebih bersifat aktif. Manusia memiliki kemampuan eksploitatif terhadap alam
sehingga mampu mengubahnya sesuai yang dikehendakinya. Dan walaupun alam tidak
memilikim keinginan dan kemampuan aktif-eksploitatif terhadap manusia, namun
pelan tapi pasti, apa yang terjadi pada alam, langsung atau tidak langsung,
akan terasa pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Lingkungan yang indah dan
lestari akan membawa pengaruh positif bagi kesehatan dan bahkan keselamatan
manusia; sebaliknya, lingkungan yang buruk bagi kehidupan manusia. Tindakan
eksploitatif manipulatif terhadap alam akan mengakibatkan kerusakan langsung
terhadap alam, dan secara tidak langsung hal itu akan berdampak negatif bagi
kehidupan manusia khususnya, dan kehidupan berbagai mahluk lain pada umumnya.
Sebaliknya, apabila manusia menunjukkan kasih sayang yang besar terhadap alam,
dengan memelihara dan melestarikannya, maka alam akan menjamin kelangsungan
hidup manusia dalam suasana nyaman dan menyenangkan.
Jenis-Jenis
Etika Lingkungan
1. Etika
Ekologi Dangkal
Etika ekologi dangkal merupakan pendekatan terhadap
lingkungan yang menekankan fungsi lingkungan sebagai sarana penyelenggaraan
kepentingan manusia dan bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal biasa
diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan
mekanistik. Dalam hal ini, alam hanya dipandang sebagai alat pemenuhan
kebutuhan hidup manusia.
Poin-poin
penekanan dalam etika antroposentris adalah sebagai berikut:
·
Manusia terpisah dari alam.
·
Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak
menekankan tanggung jawab manusia.
·
Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat
keprihatinannya.
·
Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk
kepentingan manusia.
·
Norma utama adalah untung rugi.
·
Mengutamakan rencana jangka pendek.
·
Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah
penduduk khususnya di negara miskin.
·
Meneri
·
ma secara positif pertumbuhan ekonomi.
Jenis etika antroposentris.
1. Etika
antroposentris yang menekankan segi estetika alam (etika lingkungan
harus dicari pada kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika).
2. Etika
antroposentris yang mengutamakan kepentingan generasi penerus
(mendasarkan etika lingkungan pada perlindungan atau konservasi alam yang
ditujukan untuk generasi penerus manusia).
2. Etika
Ekologi Mendalam
Dalam hal ini, alam dipandang memiliki fungsi
kehidupan, patut dihargai dan diperlakukan dengan cara yang baik (etika
lingkungan ekstensionisme atau preservasi). Karena alam disadari sebagai
penopang kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil
untuk memelihara alam demi kepentingan bersama, kepentingan manusia dan
kepentingan alam itu sendiri.
Berikut adalah poin-poin yang ditekankan dalam etika
ekologi.
- Manusia adalah bagian dari alam
- Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang
- Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang
- Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk
- Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai
- Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati
- Menghargai dan memelihara tata alam
- Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem
- Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem mengambil sambil memelihara.
Berikut adalah jenis-jenis etika ekologi mendalam.
1. Etika
Neo-Utilitarisme. Etika ini merupakan pengembangan etika utilitarisme
Jeremy Bentham yang dipelopori Pete Singer yang menekankan kebaikan untuk semua
sehingga kebaikan etika lingkungan ditujukan untuk seluruh mahluk.
2. Etika
Zoosentrisme. Etika ini menekankan perjuangan hak-hak binatang
(pembebasan binatang) dengan tokoh Charles Brich. Menurut etika ini,
binatang memiliki hak menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang
dan harus dicegah dari penderitaan dan menjadikan rasa senang/penderitaan
binatang sebagai salah satu standar moral.
3. Etika
Biosentrisme. Etika ini menekankan kehidupan sebagai standar
moral dengan salah satu tokohnya adalah Kenneth Goodpaster. Hal yang dijadikan
tujuan bukanlah rasa senang atau menderita tetapi kemampuan atau kepentingan
untuk hidup. Dengan menjadikan kepentingan untuk hidup sebagai standar moral,
maka yang dihargai secara moral bukan hanya manusia dan hewan, melainkan
seluruh makhluk hidup yang ada.
4. Etika
Ekosentrisme. Etika ekosentrisme menekankan keterkaitan seluruh
organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu mamiliki keterkaitan
satu sama lain secara mutual dan memandang bumi sebagai suatu pabrik
terintegrasi berisi organsime yang saling membutuhkan, saling menopang dan
saling memerlukan. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang.
Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua spesies. Ini
menjadi alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada di
alam, seperti binatang maupun tumbuhan. Menurut salah satu tokohnya, John B.
Cobb, etika ekosentrisme mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu
dengan kepentingan keseluruhan dalam ekosistem.
Strategi Penerapan Etika Lingkungan
1.
Sikap Hormat terhadap Alam (Respect For Nature). Hormat
terhadap alam merupakan prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam
semesta seluruhnya. Setiap anggota komunitas ekologis, termasuk manusia,
berkewajiban menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies serta
menjaga keterkaitan dan kesatuan komunitas ekologis.
2.
Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility For
Nature). Manusia mempunyai tanggung jawab terhadap alam semesta (isi, kesatuan,
keberadaan dan kelestariannya).
3.
Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity). Prinsip
solidaritas muncul dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian yang menyatu dari
alam semesta dimana manusia sebagai makhluk hidup memiliki perasaan
sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain.
4.
Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam
(Caring For Nature). Manusia digugah untuk mencintai, menyayangi, dan
melestarikan alam semesta dan seluruh isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa
dominasi yang muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas
ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak
disakiti, dan dirawat.
Contohnya dengan pemanfaatan lingkungan hidup disekitar kita :
memanfaatkan pekarangan rumah dengan taman hias disertai kolam ikan,
memanfaatkan air hujan, rumah panen hujan, membuang sampah pad tempatnya. dan
berbuat baik dengan sesame.
DAFTAR PUSTAKA
Borrong, Robert, Etika
Bumi Baru, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta 1999
Hargrove, Eugene
C, Foundation of Environmental Ethics,
Prentice Hall, New Jersey, 1989
Rupa-rupa Blog ,Http://rupa-free.blogspot.com
Hubungan antara ilmu pengetahuan dan
lingkungan hidup ,http://scrib.com
LAJUTKAN....
ReplyDeletemenarik bagus saya merasa tebantu memahaminya
ReplyDeleteMakasih
ReplyDelete2xbet korean sports bets【Malaysia】⚡【WG98.VIP】
ReplyDelete2xbet 1xbet promo code korean sports bets【Malaysia】⚡,⚡【WG98.VIP】⚡,www2xbet korean sports bets,sportsbook apps for android,basketball odds for android